Thursday, September 6, 2018

Mengapa Rupiah Konsisten Melemah terhadap Dollar Sejak Tahun 1948?

Mengapa Rupiah Konsisten Melemah Sejak Tahun 1948?

Oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting, IG/TG/Twitter: imansupri

Mengapa Rupiah selalu melemah secara konsisten sejak diresmikan sebagai mata uang RI pada tahun 1948? Sudah ada banyak jawaban terhadap pertanyaan ini. Pada umumnya tinjauan dari kacamata pengelolaan ekonomi negara. Saya akan mencoba menjelaskannya dari kacamata lain. Yaitu dari kacamata perkembangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dari kacamata hubungan antar korporasi.

Untuk mengawali penjelasan, mari kita cermati data berikut ini. PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. adalah pemilik dan pengelola gerai-gerai Starbucks di Indonesia. Dalam laporan kwartal pertama 2018 perusahaan ini melaporkan penjualan senilai Rp 535 M. Dari penjualan tersebut anak perusahaan MAP ini mendapatkan laba Rp 31M. Yang menarik, dari sekian item beban-bebannya, ada beban royalti sebesar Rp 35M. Beban royalti yang secara prosentase adalah 6,5% dari penjualan tersebut dikirim kepada Starbucks Corporation di USA sebagai pemilik merek.

Pertanyaannya, dalam mata uang apakah pengiriman royalti tersebut? Rupiah atau US$? tentu saja US$. Dan karena MAP Boga pendapatannya dalam Rupiah maka dibutuhkan penukaran uang. Dalam pasar valuta asing akan berefek pada meningkatnya permintaan USD dari Rupiah.

Itu baru satu perusahaan dan satu negara. Bayangkan  bahwa dari 2000 perusahaan terbesar dunia versi Forbes, 526-nya berasal dari USA. Salah satunya adalah Starbucks Corporation. Bayangkan, berapa banyak royalti yang dikirim kepada perusahaan-perusahaan tersebut dan semuanya harus dikirimkan dalam mata uang US$. Starbuck saja sudah lebih dari 75 negara. Dolar pun terus-menerus diburu oleh mitra perusahaan-perusahaan USA di seluruh penjuru dunia. Inilah sumber penguatan Dolar pertama.

Dari 526 perusahaan itu juga memiliki anak perusahaan di berbagai  negara. Salah satunya adalah Freeport McMorran yang memiliki PT Freeport Indonesia sebagai anak perusahaan. Tentu saja tiap tahun Freeport Indonesai menyetor dividen kepada induknya. Dividen ini tentu saja harus disetor dalam mata uang Dolar. Maka muncullah permintaan akan Dolar. Di pasar valuta asing akan ditangkap sebagai pemupuk kekuatan Dolar. Inilah sumber penguatan Dolar kedua.

Sumber ketiga adalah pembelian produk. Jika Anda bepergian naik pesawat, perhatikan bahwa Boeing adalah rajanya. Apa pun maskapainya, hampir bisa dipastikan Boeing adalah pesawatnya. Artinya, maskapai seperti Garuda, Lions, Sriwijaya atau apa pun di negeri ini adalah kastemer Boeing. Tentu saja pembeliannya harus dalam Dolar. Kembali di pasar ini akan dibaca sebagai permintaan Dolar dan akan meningkatkan nilainya di pasar relatif terhadap mata uang lain. Itulah tiga penguat Dolar dari kacamata korporasi.

Pertanyaannya, apakah rupiah memiliki tiga unsur penguat yang dimiliki oleh Dolar? Mari kita lihat. Ada 6 perusahaan negeri ini yang masuk Forbes 2000: BRI, Bank Mandiri, BCA, Telkom, BNI, dan Gudang Garam. Pertanyaannya lagi, apakah perusahaan-perusahaan itu mendapatkan royalti, dividen dan penjualan dari berbagai negara sehingga selalu mengirim komponen penguatan Rupiah dari seluruh penjuru dunia? Laporan keuangan perusahaan-perusahaan tersebut belum menunjukkan kontribusi itu.

Empat bank itu misalnya, jangankan ekspansi ke luar negeri seperti Citibank-nya Paman Sam. Mengisi pasar dalam negeri saja kedororan. Satu demi satu bank-bank dalam negeri diakuisisi oleh bank asing. Belakangan misalnya Bank Century diakusisi oleh bank J Trust dari Jepang. Keempat bank itu tidak memiliki kekuatan untuk mengakusisi. Tidak memiliki kekuatan modal.

Maka, jangan heran kalau dalam jangka panjang Rupiah akan makin melemah dan terus melemah. Ini adalah trend jangka panjang. Ketika baru diresmikan penggunaannya di Republik ini yaitu tahun 1948,  Satu Dolar setara dengan Rp 3,8. Kurs itu terus memburuk sampai kini hampir Rp 15 ribu. Bandingkan misalnya dengan Kina mata uang Papua Nugini. Negeri yang merdeka hampir bersamaan dengan RI itu lebih bisa menjaga mata uangnya hingga kini. Satu kina berharga Rp 4 415.

Kalau pun sesekali Rupiah membaik seperti saat Pak Habibie menjadi Presiden sempat berada pada angka Rp 9 ribu-an per USD, sifatnya hanya sementara. Hanya fluktuasi berbasis sentimen dan isu. Bukan berbasis fundamental yang kuat.

Pertanyaannya, sampai kapan Rupiah akan terus melemah? Sampai kita memiliki banyak perusahaan yang terus berekspansi di berbagai negara dan mengirim tiga unsur penguatan Rupiah dari berbagai negara. Bagaimana bisa seperti itu? Jawabnya adalah pada keterbukaan para pendiri perusahaan-perusahaan Republik ini, baik pemerintah maupun swasta. Keterbukaan  untuk menerima setoran modal dari pihak lain melalui penerbitan saham baru. Terus-menerus menerbitkan saham baru baik dilepas kepada orang-orang terdekat (private placement), melalui IPO jika ukuran kebutuhan modalnya sudah cukup besar, maupun kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan saham baru (rights issue) di lantai bursa secara terus-menerus. Membesar melalui proses korporatisasi alias ekonomi berjamaah. Jangan terpaku pada modal dari utang seperti selama ini.

Sebagai contoh, PT Ciputra Development sudah melakukan ini. Berdasarkan laporan keuangan terbarunya, sejak IPO tahun 1994 Ciputra sudah sepuluh kali menerbitkan dan melepas saham baru. Uangnya untuk ekspansi. Termasuk ekspansi dengan mendirikan anak perusahaan di Vietnam yaitu proyek perumahan Ciputra Hanoi-nya. Tentu saja Ciputra Hanoi mengirim dividen dan royalti kepada PT Ciputra Develompent sebagai induknya. Rupiah akan terus-menerus makin kokoh jika perusahaan-perusahaan di negeri ini berbondong-bondong mengikuti jejak Ciputra. Ciputra pun terus berkembang ke puluhan bahkan ratusan negara. Kita masyarakat Indonesia akan menikmatinya sebagai pendapatan pajak pemerintah yang lebih besar, Rupiah yang lebih kuat… dan satu lagi yang tidak bisa diukur dengan uang: kebanggaan sebagai negeri penguasa ekonomi dunia. Anda siap berkontribusi untuk penguatan Rupiah?

Ditulis di SNF Consulting, 14 Agustus 2018


Dari tulisan diatas,
Dapat dipelajari bahwa,
Hal yang penting dan fundamental adalah

Bagaimana Indonesia memiliki

1. Global Business
2. Global Family Business

Memang tidak mudah,
Tetapi perlu ada yang memiliki visi dan mewujudkan hal tersebut

Dan memang seringkali hal tsb bukan pekerjaan 1-2 generasi...bahkan perlu beberapa generasi


Pada gambar diatas,
Bisa dilihat bahwa banyak global business yang sudah beberapa generasi,
Seperti LG dari korea itu merupakan Global family business ...

Begitu juga toyota...

Dimanapun pabrik LG dan toyota berada..pasti akan mengirim laba dan royalti ke negara asal dimana induk perusahaan berasal


Memang sulit..
Tidak mudah...

Perlu coba-coba...
Jatuh bangun..
Belajar..
Cari kenalan..cari relasi...

Setidaknya kita ada pengetahuan dulu,
Ada visi...
Siapa tahu di kemudian hari..
Atau mungkin anak cucu kita memiliki global family business

Yang ujung akhirnya,
Membantu penguatan kurs rupiah secara fundamental


Bagaimana menurut anda?

Bentuk dukungan untuk blog ini,
bisa ke 
https://karyakarsa.com/lebibaikmautahu

terima kasih yaaaa 

No comments:

Post a Comment