Saat kita mau membeli rumah,
jangan lupa untuk memperhatikan hal ini,
karena sangat penting,
yaitu Sertifikat Rumah
Tidak hanya mengenai Jual Beli Rumah,
tetapi juga perlu diperhatikan saat akan menerima waris dari generasi sebelumnya,
dan juga akan mewariskan ke genarasi berikutnya
Sertifkat Rumah, Sawah, Toko, Gudang, istilahya Aset tetap,
ada 3 Jenis
1. Petok D
ini merupakan tingkatan paling lemah dalam kepemilikan sertifikat rumah,
kalau bisa ditingkatkan.
Jadi kalau anda sawah atau rumahnya masih Petok D,
maka bisa ditingkatkan ke Sertifikat yang lebih tinggi
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
SHGB memiliki batas waktu, biasanya 20-30 tahun setelah dibangun,
kalau habis maka perlu diperpanjang
tapi tetap tempat tersebut milik anda,
hanya perlu diperpanjanga saja kalau habis masa pakainya dan bisa ditingkatkan ke SHM
3. Sertifikat Hak Milik
ini merupakan tingkatan paling tinggi dalam kepemilikan rumah,
sertifikat di bawah ini, yaitu petok D dan SHGB bisa ditingkatkan ke SHM
tidak ada batas waktu seperti SHGB,
yang perlu diperpanjang setiap saat
4. Ada juga yang belum memiliki sertifikat,
ini juga bisa diurus ke Badan Pertanahan Negara setempat,
karena kalau tidak ada Sertifikat,
maka akan terjadi kemungkinan sengketa dengan pihak lain
Nah selain bentuk sertifikatnya,
ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan,
agar menyingkat dan sekali memberikan study case,
maka ada 4 study case yang akan saya bagi
1. Kasus 1
A membeli rumah dengan KPR tahun 1991 dengan bank ABC selama 15 tahun dengan harga Rp 9 juta,
sertifikatnya SHGB
saat anda hutang ke Bank,
maka Sertifikatnya akan dibalik nama dari penjual ke pembeli dengan Akta Jual Beli,
Sertifikat tersebut akan ada biaya pajak balik nama, sekitar 5% dari Nilai Jual Objek Pajak.
5% dibayar oleh penjual, 5% dibayar oleh pembeli
dan di sertifikat tersebut akan dibawa oleh Bank,
dan BPN akan menulis di sertifikat tersebut bahwa sertifikat ini ada tanggungan sebesar Rp 9 juta di Bank ABC,
karena ada hutang tersebut, ,maka akan timbul sertifikat Hak Tanggungan tingkat I sebesar Rp 9 juta
tahun 2006 setelah lunas,
sertifikat diberi oleh Bank ABC, beserta Surat lunas/Surat Roya, dan Sertifikat Hak Tanggungan
Bank ABC padah tahun 1999 telah dimerger dengan bank Lain, menjadi Bank M
saat lunas,
perlu mengurus ke BPN untuk menghapus tulisan ada tanggungan sebesar Rp 9 juta di Bank ABC,
itu namanya Roya
dan perlu meminta akta merger juga ke Bank M
karena BPN meminta itu karena Bank ABC sudah tidak ada dan merger dengan bank lain
Saat mengurus itu dan SHGB sudah mati,
misal SHGB mati tahun 2005
maka perlu mengurus perpajanga SHGB dulu baru bisa roya
2. Kasus 2
A membeli rumah tahun 1998 di Yayasan tempat dia kerja, seharga Rp 60 juta dan SHGB
Yayasan tersebut membeli dari Kontraktor,
sehingga sertifikat atas nama yayasan
A membeli dari Yayasan dan membayar mengangsur ke Yayasan tidak melalui Bank,
mungkin kalau di tempat lain,
namanya pembayaran secara in-house
tahun 2013 sudah lunas
maka A mengambil sertifikatnya,
tidak ada Sertifikat Hak Tanggungan, jadi tidak perlu Roya,
karena tidak dipasang Tanggungan oleh Yayasan
tetapi sertifikat masih atas nama yayasan,
saat balik nama dari Yayasan ke A,
oleh notaris diberi info bahwa untuk balik nama ada Akta Jual Beli,
dan biaya pajak balik nama sekitar 10% dari NJOP tahun ini
bila tahun ini NJOP Rp 400 juta,
maka pajaknya sekitar Rp 40 juta
di perjanjian jual beli, ditulis bahwa biaya untuk balik nama itu seperti pajak balik nama dsb maka ditanggung Pembeli
sehingga harga beli Rp 60 juta,
tetapi ada biaya tambahan lagi sebesar Rp 40 juta untuk balik nama
kenapa hal tersebut terjadi?
seharusnya saat membeli tahun 1998,
sekalian dilakukan Akta jual beli, yang mana sekalian balik,
dan sekalian terjadi pembayaran pajak balik nama yang NJOP tahun 1998 masih sangat rendah dibanding NJOP tahun 2013
NJOP setiap tahun meningkat,
NJOP menjadi acuan pembayaran PBB setiap tahun yang dikirim ke kita melalui SPPT PBB
nah kenapa Yayasan tidak melakukan AJB dan Balik Nama tahun 1998?
karena belum lunas,
sehingga ada potensi terjadi gagal bayar,
sehingga tidak dilakukan AJB dan balik nama tahun 1998,
tetapi menunggu lunas,
baru memberi kesempatan kepada pembeli untuk AJB dan balik nama
memang kelemahannya bila tidak kredit KPR melalui bank,
adalah tidak dilakukan AJB dan balik nama saat tahun beli saat NJOP masih ringan
karena yayasan juga berisiko semisal melakukan AJB dan balik nama ke pembeli tetapi tidak dipasang Hak Tanggungan
oleh karena itu,
hal-hal seperti ini perlu diperhatikan sangat detil
dan kita bisa membantu saudara, keluarga dan teman-teman untuk memberi informasi seperti ini agar banyak yang paham
3. Kasus 3
A membeli rumah second tahun 2006 melalui KPR, sertifkat SHGB
saat lunas tahun 2016,
A ingin melakukan Roya dan peningkatan menjadi SHM
tetapi ternyata ada tunggakan PBB yang dilakukan pembeli sebelumnya,
ada tahun 98, 99 dan 2005 yang belum dibayar
sehingga tunggakan PBB tahun 2010 sampai 2016 tidak bisa keluar
nah sehingga tunggakan PBB secara akumulasi beberapa tahun sangat kerasa
oleh karena itu bila membeli rumah second,
perlu diperjelas juga pembayaran PBB tahun2 sebelumnya,
apakah ada masalah tidak
4. kasus 4
A mendapatkan waris sawah dari orang tua nya,
orang tuanya memiliki anak 5
nah kalau menerima waris harusnya senang,
tapi ada tidak senangnya
karena ketika ada peralihan waris,
ada biaya pajak balik nama yang timbul
tentu menjadi nominal yang luar biasa bila NJOP sekarang
oleh karena itu biasanya kalau mendapat waris berupa rumah atau sawah,
biasanya dijual,
bukan kenapa-kenapa tetapi karena tidak ada uang untuk membayar pajak balik nama
oleh karena perlu ada persiapan saat akan memberi waris atau menerima waris,
sehingga manajemen waris dari generasi 1 ke generasi yang lain berjalan baik
sering kita lihat ada rumah, toko, gudang mangkrak,
karena terjadi perselisihan antar keturunannya,
karena komunikasi dan manajemen yang kurang baik,
akhirnya malah tidak terurus, malah mangkrak bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun
tentu merupakan hal yang eman-eman kalau hal tersebut terjadi
apalagi sertifikatnya tidak terurus,
kepemilikan tidak terurus,
mangkrak,
dan menjadi tidak bermanfaat
semoga tulisan diatas bisa memberi wawasan dan pengetahuan ya :)
No comments:
Post a Comment